Selasa, 27 Mei 2014

Injury Time, Masa paling krusial dalam sepak bola

Baru kesampaian ngepost setelah lihat final UCL antara Atletico Madrid vs Real Madrid. Banyak hal yang bisa diulas setelah pertandingan tersebut di mana Los Galacticos akhirnya keluar sebagai juara dan mewujudkan La Decima yang begitu di impi-impikan.
Saya tidak akan mengomentari masalah CR7 yang berlebihan dalam berselebrasi usai mencetak gol lewat titik putih, atau gol Heading Gareth Bale-si pesepakbola termahal di jagad, atau tragedi extra time yang mencapai 5 menit padahal tidak ada insiden yang menyita banyak waktu.
Ada yang sedikit menarik saya ulas. Ya.... tentang gol Sergio Ramos menit 90+3 yang membuat imajinasi dan ingatan saya terlempar ke Final UCL Camp Nou 1999 antara Manchester United VS Bayern Muenchen.
Unggul cepat melalui Mario Basler di menit ke 6 hingga hampir akhir laga membuat para pemain dan staff Bayern Muenchen di bench bersiap-siap menggelar pesta. Petaka datang ketika secrimite kecil di depan gawang Muenchen mampu dimanfaatkan menjadi gol oleh Teddy Sheringham di menit 90+1.
Seakan sudah berfikir bahwa pertandingan akan menggelar perpanjangan waktu pemain bayern lengah dan membiarkan The Baby Assasin-Ole Gunnar Solskjaer-mencetak gol pembalik keadaan dua menit berselang. MU berpesta, Muenchen merana




ekspresi pemain Bayern Muenchen sesaat setelah ditiup peluit tanda akhir pertandingan

Final memang kejam, setiap detik pertandingan mempu merubah pahlawan menjadi pecundang, disaat kondisi stamina tubuh mulai menurun, konsentrasi sudah tidak fokus, hilang semua mimpi yang sudah ada di pelupuk mata.

Setaun kemudian kejadian tersebut berulang, bukan di UCL tapi di Final Euro 2000 yang mempertemukan Juara Dunia 1998 Perancis dan Finalis Piala Dunia 1994 Italia.
Unggul terlebih dahulu melalui Marco Delvechio Italia harus gigit jari kala Silvain Wiltord menyamakan kedudukan di menit ke 90, dan Perancis memastikan gelar juara setelah Golden Gol David Trezeguet di menit 103.

Paolo Maldini

Francesco Totti

Kejadian memang berbeda antara Atl. Madrid vs Real Madrid di Final UCL 2013-2014, tapi dari kejadian tersebut dapat ditarik satu benang merah, Gol di masa Injury Time sangat krusial bagi mental sebuah tim, Bagi tim yang mencetak gol di masa itu maka kepercayaan diri dan tingkat mentalitas langsung melambung, bagi tim yang kebobolan, mental bisa-bisa langsung down, dan hilang konsentrasi.

Atl. Madrid bisa saja merengkuh trofi UCL pertama mereka anda mereka lebih berkonsentrasi dalam menjaga Sergio Ramos, asa yang tiba-tiba hilang dimana mereka sudah berjarak 140 detik dari trofi juara. Tapi apa mau dikata, Mental Atl. Madrid sudah terlanjur hancur sehingga mudah saja Real Madrid menggelontor tambahan 3 gol di perpanjangan waktu

Injury time menjadi penanda banyak hal dan drama dalam sepak bola,kekuatan mental, fisik, konsentrasi.
Disana banyak terjadi tragedi.....


Jumat, 23 Mei 2014

Goolll...!!!! Maafkan aku...

Sepatutnya jika para pemain sepakbola merayakan gol yang telah ia cetak. Sambutan dan pelukan hangat rekan satu tim akan menambah rasa spesial lebih-lebih jika itu adalah pertandingan yang krusial. Tapi selalu begitukah...? 
Bagaiman jika yang baru saja dibobol gawangnya adalah mantan tim pemain tersebut?
Perasaan campur aduk pasti akan mereka rasakan.
Robbin Van Persie mungkin contohnya, tiga kali pertemuan awal dengan Arsenal yang notabene mantan timnya tiga kali juga dia berhasil mencetak gol, dua kali dia tidak merayakan. Ketika paruh musim pertama EPL tahun 2012-2013 di Old Trafford dia mencetak gol ke gawan mantan tim nya. Mudah ditebak, dia tidak merayakan gol tersebut dan hanya mengangkat tangan saja.

Van Persie menolak selebrasi selepas mencetak gol ke gawang Arsenal

Boleh jadi dia tak ingin melukai fans arsenal yang sudah lama menjadi teman baiknya, Di pertemuan kedua di Emirates Stadium, Arsene Wenger juga harus menghadapi monster yang dia buat sendiri, Robbin datang dengan status juara premier league, Guard of Honour yang sudah menjadi tradisi dilakukan, walaupun sempat mendapat tentangan dari para gooners dan Ironisnya, penyambutan sang juara itu adalah Van Persie mantan kapten mereka, lagi-lagi Wenger harus gigit jari, Van Persie mencetak gol dari titik pinalti, Selebrasi.....? tidak... apalagi di depan supporter yang dulu bertahun-tahun sudah mendukungnya.

Lagi..?
Ada... Christiano Ronaldo bahkan dua kali melakukannya di dua tim yang berbeda.
Pertama, Ketika ia masih berseragam Manchester United, Kala itu The Reds Devil bertandang ke Sporting Lisbon dalam lanjutan Liga Champions, beberapa hari sebelum machday dimulai CR7 sudah berjanji bahwa ia tidak akan melakukan selebrasi andai dia mencetak gol ke gawang Sporting Lisbon, dia menepati janjinya, Bahkan sampai-sampai dia melakukan gestur seakan-akan dia meminta maaf

C. Ronaldo setelah menjebol gawang Sporting Lisbon

Gestur permintaan maaf C. Ronaldo

Itu saja...? no..no..no
dia melakukan lagi pada pertandingan perempat final Liga Champions 2012-2013, Kali ini M.U yang harus legowo, hijrah ke Real Madrid dengan label pemain termahal kala itu mencetak gol ke gawang mantan klubnya di Old Trafford. Dia tak merayakan, hanya pelukan dari teman-temannya.

C. Ronaldo sesaat setelah berhasil mencetak gol ke gawang M.U

Bicara tentang gol tanpa selebrasi. bagi saya tak ada yang lebih emosional dari gol Gabriel Batistuta yang kala itu berseragam AS Roma ke gawang AC Fiorentina di Olimpico pada perburuan Scudetto tahun 2001. Ya.... dia memang tidak merayakan, luapan tangis dari Batistuta menunjukkan bahwa betapa cintanya dia dengan Fiorentina.
Batistua kala mencetak gol ke gawang mantan timnya

Batistuta

Sesaat setelah pertandingan usai dia berlari ke arah tribun penonton di mana di situ para suporter la viola. Dia meminta maaf.

Kamis, 22 Mei 2014

Ada Apa dengan Sepak Bola Italia

Terima saja bos.... tim kesayangan elu sekarang ga ada apa apanya di Liga Champions Eropa.

Yups... sindiran yang berulang-ulang kali saya dengar ketika AC Milan wakil terakhir Serie A harus kandas di perdelapan final UCL 2013-2014 melawan Athletico Madrid dengan agregat yang mencolok. Kalah 0-1 di Sansiro pada leg pertama membuat langkah I Diavolloroso terasa begitu sulit. Benar saja AC Milan menyerah 4-1 di Vicente Calderon dan mengikuti langkah Juventus dan Napoli yang sudah terlebih dahulu tersingkir di fase grub membuat Italia sudah tak punya wakil di kasta tertinggi sepak bola eropa.

Ada apa dengan sepakbola Italia...?
CALCIOPOLI....
itulah yang pertama kali terlintas di benak saya. Skandal menjijikkan yang membuat animo pemain bertalenta ogah bermain di Serie A.Kasus yang melibatkan para petinggi klub bahkan pemain ini seakan memberi arang di muka persepakbolaan Italia. Tak perlu saya bahas apa itu calciopoli, banya blog yang sudah menjelaskan.

Saat ini praktis hanya tim-tim mapan yang dihuni pemain-pemain berlabel "Wah", Serie A hanya digunakan batu loncatan sebagai pemain profesional,bukan tujuan akhir. Atau kalau tidak, serie A dianggap sebagai tempat pensiun para pemain hebat yang sudah lewat masa emas kariernya, mereka hanya bermain, tak ada lagi ambisi. Pamor serie A meredup

Batistuta & Veron

Pengelolaan pendapatan klub yang dinilai sudah kuno juga menjadi biang keladi kurangnya minat investor mempromokan serie A, berbeda dengan liga Inggris dimana pendapatan dari sektor tiket pertandingan di Stadion menjadi hal yang penting, di Italia stadion masih di kelola oleh Pemda setempat, klub-klub serie A menyewa sehingga mereka tidak dapat memaksimalkan pendapat klub. Hanya Juventus yang sampai saat ini berhasil membangun Juventus Stadium, itupun melalui lobi-lobi dan perdebatan yang panjang.

Bagaiaman dengan para pemain yang pentas di Serie A..?
Beruntung sekali ketika Juventus berhasil memboyong Paul Pogba dari Manchester United dengan free transfer. Talenta luar biasa yang tidak mendapatkan kesempatan bermain oleh Opa Fergie. Namun sayang, pihak Pogba mengkonfirmasi bahwa Juve bukan tujuan akhirnya dan itupun di"amini" oleh Klub yang secara terang-terangan berniat menjual sang bintang jika ada penawaran yang sesuai.
lagi-lagi serie A harus berbesar hati jika terealisasi, karena Serie A akan kehilangan pemain muda hebat seperti Pogba.
Masih ada banyak kasus-kasus embargo pemain dari era Zlatan Ibrahimovic, Kaka ( walaupun pada akhirnya kembali ke AC Milan, tapi dia sudah melewati masa emasnya ).

Mampukah Serie A menjadi magnet pemain bintang (lagi)...?
Untuk saat ini rasanya sulit.
Megabintang CR7 mengungkapkan bahwa dia tidak akan bermain di Serie A,dia lebih memilih paris sebagai tujuan sepak bola masa senjanya, Bagaimana dengan Messi..?
dia mungkin lebih memilih PSG atau M.City yang mempunyai finansial yang melimpah karena hanya tim-tim yang tajir yang mampu membayar bandrol Messi yang katanya bisa menembus 200 juta euro.

Salahkah FIGC...?
Sebagai induk sepakbola tertinggi tanah pizza tak sepenuhnya dapat disalahkan. Sudah banyak hal dilakukan untuk menaikkan "derajat" serie A yang makin terkejar dengan Ligue 1. Wasit-wasit cantik serie A mungkin salah satunya.. (ha.ha.ha.ha),
Kritik Presiden Juventus terhadap pengelolaan liga yang sudah dianggap uzur menjadi salah satu pemicu perbaikan tersebut 

Membayangkan All Italian Final di Liga Champions Eropa seperti tahun 2002-2003 Juventus vs AC Milan membuat saya sadar betapa hebatnya Serie A di masa itu. Masa akhir kejayaan Serie A, Untuk saat ini saya rasa sulit mewujudkan kembali Final Impian rakyat Italia.

Masih dalam bayangan...
Ada Apa dengan Sepak Bola Italia



Jangan Sentuh Trofi sebelum Juara

Sebenarnya saya bingung mau kasih judul apa, biar mudah saya cari kalimat paling minimalis untuk dicerna.

"Jangan sentuh Trofi sebelum Juara" 

Dalam perebutan juara di partai final biasanya trofi akan di pasang pintu keluar lorong pemain sebagai penegas bahwa itulah partai final, dan itu trofi yang akan mereka perebutkan. Dan percaya atau tidak banyak mitos mitos yang berkembang dalam sepak bola yang menyebutkan bahwa jika ada pemain yang menyentuh trofi tersebut ketika berjalan dari lorong pemain memasuki lapangan maka timnya akan menimpa kesialan dan gagal menjadi juara, entah kapan mitos ini pertama kali dihembuskan tapi yang jelas sampai saat ini masih banyak di kalangan pencinta, pemain, official, dan semua yang berkecimpung di dunia sepak bola yang percaya.

Contoh sederhana dan nyata adalah ketika Liverpool berjumpa AC Milan di Final Uefa Champions League tahun 2005 di Istambul, Turki. Sebelum memasuki lapangan seperti biasa para pemain berbaris dari lorong pemain dengan trofi si Kuping Besar berada di ujung pintu keluar tepat diantara para pemain kedua kesebelasan. Yuuppss.... disinilah "petaka" itu dimulai. Entah apa yang ada di benak Gattuso dan Kaka ketika mereka menyentuh trofi tersebut, mungkin mereka beranggapan jika menyentuh troffi tersebut kelak akan juara. 

Momen dimana Gattuso sempat menyentuh troffi liga champions sebelum memasuki lapangan

Sepertinya anggapan gattuso hampir menjadi kenyataan, Unggul 3-0 di paruh pertama membuat para milanisti tersenyum lebar. Tapi sepertinya mitos tersebut mulai bekerja, Liverpool menyamakan kedudukan dan memaksa pertandingan di akhiri dengan adu pinalti.
Moral pemain milan ambruk, Liverpool yang sudah panas dan unggul mental menyelesaikan pertandingan dan keluar sebagai juara, yang kelak oleh para Liverpudlian disebut dengan "Miracle of Istanbul."
Dua tahun berselang keduanya terlibat bentrok di Final UCL di Athena. Jauh jauh hari sebelum partai final tersebut digelar Kaka yang saat itu menjadi top score sementara UCL sudah mengeluarkan statmen bahwa ia tidak akan menyentuh trofi sebelum AC Milan Benar-benar menjadi kampiun.
dan itu terbukti, AC Milan berhasil revans atas The Kops dengan 2 gol Inzhagi serta balasan 1 gol dari Dirk Kuyt.

Cuma itu buktinya...?
Tidak...
di Final AFF 2010 kutukan itu datang kembali ketika Indonesia melawan "tetangga yang berisik" Malaysia, kalah 0-3 di Leg pertama di Bukit Jalil memaksa Indonesia mau tak mau harus menyerang total, mengandalkan Christian Gonzales.
Momen seperti gattuso terulang kembali, Sesaat setelah para pemain keluar dari lorong pemain, tangan para pemain Indonesia sepertinya sudah "gatal" untuk menyentuh troffi AFF (sayangnya saya tidak punya gambar tersebut, tapi coba lihat di youtube, videonya masih ada).
dan Apa yang terjadi..? kendati menang 2-1 Indonesia tidak menjadi juara karena kalah agregat gol.

Mitos-mitos yang diluar nalar memang menjadi bumbu di persepakbolaan, tanpanya tak ada cerita cerita yang hebat dari olah raga tanah hijau tersebut...?

percaya atau tidak..?
itulah sepak bola

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes